Sabtu, 23 Oktober 2010 | 19:32 WITA
MAUMERE, POS KUPANG.Com -- Anggota DPRD NTT, Drs.Kristo Blasin menegaskan, kontraktor jangan hanya mencari keuntungan dalam proyek jalan rabat beton Hebing-Hale yang menelan dana Rp 7,6 miliar.
Menurut dia, alokasi anggaran yang besar untuk pembangunan infrastruksur jalan di kampung kelahirannya sekitar Gunung Egon, Sikka itu seharusnya diimbangi dengan pengawasan teknis yang maksimal. Proyek jalan itu harus memberikan manfaat yang besar dan lama kepada warga masyarakat.
"Saya senang banyak dana untuk pembangunan beberapa ruas jalan di kampung saya. Tetapi apalah manfaatnya kalau proyek yang dilaksanakan tidak maksimal. Jalan rabat beton dari Hebing ke Hale, salah satu contohnya, pengawasan teknis tidak maksimal, maka hasilnya diprotes masyarakat," kata Kristo, didampingi rekanya anggota DPRD NTT, Ir.Oswaldus, M.Sc, kepada FloresStar saat mengunjungi Desa Nenbura, Kecamatan Mapitara, Minggu (17/10/10).
Kunjungan kedua wakil rakyat NTT asal Kabupaten Sikka mengisi tugasnya dalam masa reses. Semestinya, kata dia, alokasi anggaran yang besar wajib diimbangi dengan pengawasan teknis yang maksimal agar proyek itu memberi manfaat besar kepada rakyat di pedesaan.
Kristo mengakui pengerjaan jalan rabat beton dari Hebing ke Hale sudah jadi masalah sejak tender. Proyek pasca bencana alam ini waktunya sangat singkat, namun dipaksakan dikerjakan menjelang tutup tahun anggaran. Hasilnya dapat dilihat saat ini.
"Selesai pekerjaan, diributkan karena mutunya jelek," tandas anggota DPRD NTT dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Pastor Paroki Hale-Hebing, Rm John Bajo, Pr, menegaskan proyek rabat beton yang dikerjakan itu tidak tepat sasaran. Ruas yang seharusnya dibangun dari Egon Gahar ke Galit, untuk mendukung evakuasi warga yang bakal terkena dampak letusan gunung berapi (Gunung Egon).
"Kondisi jalan yang ada saat ini, jika terjadi bencana letusan gunung Api Egon, bakal kesulitan untuk evakuasi. Jalan rusak dan tidak memungkinkan dilaksanakan evakuasi secara cepat. Saat ini jalur lewat Galit ada batu sangat besar menghalangi jalan. Sepeda motor yang mau lewat pun harus diangkat," kata Romo Joho usai pertemuan umat dengan anggota DPRD NTT.
Romo mengakui, kerusakan jalan rabat beton yang dikerjakan tahun 2009 itu sudah jadi bahan pembicaraan umatnya. Kondisinya sangat berbeda dengan jalan rabat beton dibangun kontraktor lain pada tahun-tahun sebelumnya yang masih bagus sampai kini. Umat hanya menduga kerusakan itu kemungkinan karena mutu pekerjaan yang buruk.
Romo John menyarankan pemerintah memprioritaskan pembangunan jalan dari Galit ke Lere guna mengantisipasi kemungkinan letusan Gunung Egon. Evakuasi penduduk akan mudah dilaksanakan. "Kalau terjadi bencana, banyak umat akan jadi korban. Evakuasi akan susah, wilayah yang ditempati warga sangat rawan kalau terjadi letusan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan proyek pembangunan jalan rabat beton dari Hebing ke Hale sepanjang 7 kilometer yang menghabiskan anggaran Rp 7,6 miliar mungkin benar. Perbandingan pencampuran material beton jauh dibawah standar teknis pekerjaan beton, 30 'buchet (excavator) pasir dicampur dengan 16 sak semen dan empat sampai lima sak batu kerikil atau batu pecah.
Hal itu diungkapkan anggota kelompok kerja warga Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Sikka, Paskalis Moat Bego, Unipensius, dan Virginus Pendi kepada FloresStar, Minggu (17/10/2010) di Desa Hale, sekitar 75 km arah timur Kota Maumere. (ius)
Dua Kali Dilewati Bis
PRIHATIN jika Anda menyaksikan ruas jalan rabat beton dari dari Kampung Hale ke Hebing sepanjang tujuh kilometer. Jalan rabat beton itu usianya belum genap setahun itu, tetapi kelikir seukuran biji asam atau sejenisnya dan ukuran yang lebih kecil dari itu tampak berhamburan di sepanjang ruas jalan. Hati-hati bagi pengguna jalan jika mengendarai sepeda motor. Sebab bisa tergenlicir kalau kurang hati-hati.
Anggaran negara yang besar tak sebanding dengan kualitas proyek yang dinikmati masyarakat Kecamatan Mapitara. Apakah kerusakan itu karena frekwensi kendaraan (mobil, sepeda motor) yang tinggi melintasi di jalur jalan itu?
Ternyata tidak. Jalur satu-satunya dari Hale menuju ke Kota Maumere sekitar 75 km ini cenderung sepi. Angkutan umum dilayani empat unit bis kayu, yakni Sutra Mas, Cemerlang, Kangen dan Bunga. Dalam sehari hanya dua kali dilewati bis kayu. Empat unit angkutan ini memobilisasi manusia dan barang dari Hale ke Maumere dan sebaliknya. Berangkat dari Kampung Hale di belakang Gunung Egong pada pagi hari dan petang hari kembali dari Maumere ke Hale.
Angkutan lainnya, sepeda motor ojek maupun sepeda motor milik pribadi. Jumlahnya sekitar 20-an unit. Selebihnya beberapa ekor kuda milik para petani melintasi ruas jalan rabat beton serta pejalan kaki.
Servasius da Rato (36) dan Sergius Sesar (35), warga Dusun Hebing, Kecamatan Mapitara mengeluhkan kerusakan ruas jalan rabat yang melintasi kampungnya. Ditemui di Hebing, Servas
Menurut dia, alokasi anggaran yang besar untuk pembangunan infrastruksur jalan di kampung kelahirannya sekitar Gunung Egon, Sikka itu seharusnya diimbangi dengan pengawasan teknis yang maksimal. Proyek jalan itu harus memberikan manfaat yang besar dan lama kepada warga masyarakat.
"Saya senang banyak dana untuk pembangunan beberapa ruas jalan di kampung saya. Tetapi apalah manfaatnya kalau proyek yang dilaksanakan tidak maksimal. Jalan rabat beton dari Hebing ke Hale, salah satu contohnya, pengawasan teknis tidak maksimal, maka hasilnya diprotes masyarakat," kata Kristo, didampingi rekanya anggota DPRD NTT, Ir.Oswaldus, M.Sc, kepada FloresStar saat mengunjungi Desa Nenbura, Kecamatan Mapitara, Minggu (17/10/10).
Kunjungan kedua wakil rakyat NTT asal Kabupaten Sikka mengisi tugasnya dalam masa reses. Semestinya, kata dia, alokasi anggaran yang besar wajib diimbangi dengan pengawasan teknis yang maksimal agar proyek itu memberi manfaat besar kepada rakyat di pedesaan.
Kristo mengakui pengerjaan jalan rabat beton dari Hebing ke Hale sudah jadi masalah sejak tender. Proyek pasca bencana alam ini waktunya sangat singkat, namun dipaksakan dikerjakan menjelang tutup tahun anggaran. Hasilnya dapat dilihat saat ini.
"Selesai pekerjaan, diributkan karena mutunya jelek," tandas anggota DPRD NTT dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Pastor Paroki Hale-Hebing, Rm John Bajo, Pr, menegaskan proyek rabat beton yang dikerjakan itu tidak tepat sasaran. Ruas yang seharusnya dibangun dari Egon Gahar ke Galit, untuk mendukung evakuasi warga yang bakal terkena dampak letusan gunung berapi (Gunung Egon).
"Kondisi jalan yang ada saat ini, jika terjadi bencana letusan gunung Api Egon, bakal kesulitan untuk evakuasi. Jalan rusak dan tidak memungkinkan dilaksanakan evakuasi secara cepat. Saat ini jalur lewat Galit ada batu sangat besar menghalangi jalan. Sepeda motor yang mau lewat pun harus diangkat," kata Romo Joho usai pertemuan umat dengan anggota DPRD NTT.
Romo mengakui, kerusakan jalan rabat beton yang dikerjakan tahun 2009 itu sudah jadi bahan pembicaraan umatnya. Kondisinya sangat berbeda dengan jalan rabat beton dibangun kontraktor lain pada tahun-tahun sebelumnya yang masih bagus sampai kini. Umat hanya menduga kerusakan itu kemungkinan karena mutu pekerjaan yang buruk.
Romo John menyarankan pemerintah memprioritaskan pembangunan jalan dari Galit ke Lere guna mengantisipasi kemungkinan letusan Gunung Egon. Evakuasi penduduk akan mudah dilaksanakan. "Kalau terjadi bencana, banyak umat akan jadi korban. Evakuasi akan susah, wilayah yang ditempati warga sangat rawan kalau terjadi letusan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dugaan penyimpangan proyek pembangunan jalan rabat beton dari Hebing ke Hale sepanjang 7 kilometer yang menghabiskan anggaran Rp 7,6 miliar mungkin benar. Perbandingan pencampuran material beton jauh dibawah standar teknis pekerjaan beton, 30 'buchet (excavator) pasir dicampur dengan 16 sak semen dan empat sampai lima sak batu kerikil atau batu pecah.
Hal itu diungkapkan anggota kelompok kerja warga Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Sikka, Paskalis Moat Bego, Unipensius, dan Virginus Pendi kepada FloresStar, Minggu (17/10/2010) di Desa Hale, sekitar 75 km arah timur Kota Maumere. (ius)
Dua Kali Dilewati Bis
PRIHATIN jika Anda menyaksikan ruas jalan rabat beton dari dari Kampung Hale ke Hebing sepanjang tujuh kilometer. Jalan rabat beton itu usianya belum genap setahun itu, tetapi kelikir seukuran biji asam atau sejenisnya dan ukuran yang lebih kecil dari itu tampak berhamburan di sepanjang ruas jalan. Hati-hati bagi pengguna jalan jika mengendarai sepeda motor. Sebab bisa tergenlicir kalau kurang hati-hati.
Anggaran negara yang besar tak sebanding dengan kualitas proyek yang dinikmati masyarakat Kecamatan Mapitara. Apakah kerusakan itu karena frekwensi kendaraan (mobil, sepeda motor) yang tinggi melintasi di jalur jalan itu?
Ternyata tidak. Jalur satu-satunya dari Hale menuju ke Kota Maumere sekitar 75 km ini cenderung sepi. Angkutan umum dilayani empat unit bis kayu, yakni Sutra Mas, Cemerlang, Kangen dan Bunga. Dalam sehari hanya dua kali dilewati bis kayu. Empat unit angkutan ini memobilisasi manusia dan barang dari Hale ke Maumere dan sebaliknya. Berangkat dari Kampung Hale di belakang Gunung Egong pada pagi hari dan petang hari kembali dari Maumere ke Hale.
Angkutan lainnya, sepeda motor ojek maupun sepeda motor milik pribadi. Jumlahnya sekitar 20-an unit. Selebihnya beberapa ekor kuda milik para petani melintasi ruas jalan rabat beton serta pejalan kaki.
Servasius da Rato (36) dan Sergius Sesar (35), warga Dusun Hebing, Kecamatan Mapitara mengeluhkan kerusakan ruas jalan rabat yang melintasi kampungnya. Ditemui di Hebing, Servas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar