nttonlinenews.com
Monday, 13 June 2011 15:23 Oleh: Stef Sumandi
Monday, 13 June 2011 15:23 Oleh: Stef Sumandi
Tanggal 1 Juni 2011, segenap bangsa Indonesia mengenang hari lahirnya pancasila yang ke-66 tahun sejak 1 Juni 1945. Waktu itu, Soekarno memperkenalkan konsep pancasila di depan sidang BPUPKI. Beliau menjelaskan bahwa setelah mendapat usulan dari seorang ahli bahasa maka, kata pancadarma yang dipikirkan olehnya sebelumnya diganti dengan kata Pancasila. Sebab darma berarti kewajiban sedangkan sila berarti dasar. Maka beliau menyepakati usulan tersebut agar Pancasila menjadi dasar negara Indonesia.
Pertimbangan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sesungguhnya sangat beralasan. Alasan riil sebenarnya bahwa di dalam negara ini terdapat keanekaragaman suku, bangsa, ras, budaya, adat istiadat dan agama. Bukan tidak mungkin bahwa keanekaragaman itu berpotensi kuat timbulnya konflik dan perpecahan. Maka, untuk menyatukan keanekaragaman itu, perlu dicari dasar negara yang menyatukan bangsa ini, lalu ditemukannya Pancasila. Yang isinya: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima nilai tersebut diangkat dari latar belakang keanekaragaman kebudayaan bangsa Indonesia. Itu berarti bahwa pancasila memang tumbuh dan berkembang dari dalam diri bangsa Indonesia bukan diadopsi dari luar.
Pendidikan Pancasila Dalam Sejarah Pemerintahan
Dalam sistem penddikan nasional, di bawah pemerintahan Soekarno, pemerintah memberi tempat pendidikan pancasila melalui pendidikan civics. Civics mempelajari hukum serta hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Sesudah pergolakan 30 September 1965, pemerintahan Suharto menerapkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Hakekat dari pelajaran PMP ialah menanamkan nilai moral pancasila ke dalam diri peserta didik. Akan tetapi, sesungguhnya yang terjadi waktu itu ialah pemerintah memperalat Pancasila dalam pendidikan untuk memperkuat kekuasaan. Pada jaman orde baru, belajar panacasila sama dengan belajar tentang Suharto. Mengamalkan pancasila sama dengan mengamalkan Suharto. Pancasila menurut rezim Suharto. Maka, barangsiapa melawan Suharto, sama dengan melawan pancasila. Usai reformasi bergulir, PMP diganti menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pada pelajaran PPKn, materi yang dipelajari masih berkaitan dengan nilai moral pancasila tetapi ulasannya sudah sangat sempit karena digabungkan dengan materi tentang hak dan kewajiban berbangsa dan bernegara yang duluhnya disajikan dalam bidang studi tatanegara. Lalu peleburan itu berlanjut lagi sampai hanya tinggal kenangan nama pancasila melalui sedikit ulasan tentang hak dan kewajiban warga negara dalam bidang studi PKn (Pendidikan Kewarganegaraan).
Pendidikan Pancasila: Konsep dan Pengamalan
Jika dibandingkan dengan manusia, maka usia 66 tahun sudah sangat tua. Tetapi bagaimana bentuk penagamalan dan pendidikan Pancasila bagi bangsa Indonesia? Masih pentingkah pendidikan Pancasila?
Wakil ketua MPR RI, Haryanto Y. Thohari mengaku kecewa dengan kemendiknas yang mendistorsi pendidikan Pancasila ke dalam PPKn. Sebab menurut beliau, kemendiknas beperan penting dalam membangun karakter bangsa (nation caracter building). Salah satunya melalui Pendidikan Pancasila, (Kompas, 28/05/2011). Hemat saya, kekecewaan ini dirasah sangat urgen kalau sungguh pendidikan Pancasila berperan penting dalam pembentukan nilai-nilai pancasila dalam diri peserta didik melalui teori/konsep dan praktek/teladan.
Tetapi, jika pendidikan Pancasila hanya sebagai perkenalan konsep Pancasila, maka saya kira tidak penting. Sebab kita belajar Pancasila bukan untuk pancasila. Kita belajar Pancasila untuk hidup ke arah yang lebih baik, lebih khusus lagi menyelenggarakan negara ini dengan baik. Maka, pendidikan Pancasila di NKRI ini harus bergerak dalam teori/konsep di sekolah-sekolah dan juga pengamalan/teladan oleh orang dewasa kepada generasi-generasi penerus bangsa ini. Memberi teladan kepada anak-anak/ peserta didik sebagai manusia pancasila melengkapi pendidikan karakter anak dalam teori di kelas. Anak-anak memang memahami konsep dalam pembelalajaran di kelas tetapi lebih dari itu, mereka lebih menuruti apa yang dia lihat bukan apa yang dia dengar.
Berbagai kasus yang menimpa negara ini justru dilakukan oleh orang-orang yang telah mengenyam Pendidikan Moral Pancasila. Kasus korupsi, suap, perusakan rumah ibadat, terorisme, pengusiran sesama pemeluk agama juga gerakan NII justru dilakukan oleh manusia tua yang perna belajar tentang konsep pancasila. Sungguh sangat naif bila orang membicarakan sesuatu yang baik, namun tindaknnya bertentangan dengan pengajarannya.
Sebab itu, bukan hanya konsep pendidikan Pancasila dalam pelajaran di sekolah tetapi bagaimana orang dewasa mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya untuk dicontohi, diteladani oleh generasi muda mendatang. Anak bisa mengatakan guru bohong kalau di kelas dia belajar konsep dengan benar, namun di luar dia menyaksikan berbagai contoh yang tidak benar.
Anak belajar toleransi umat beragama dalam kelas tetapi di luar dia menyaksikan pengamalan nilai religius antar pemeluk agama dengan saling cemburu, iri hati, dendam bahkan memusuhi umat beragama lain. Peserta didik belajar tentang peradaban dan keadilan tetapi di luar kelas dia menyaksikan pola pemiskinan terhadap masyarakat lewat berbagai bantuan langsung tunai yang membuat masyarakat tetap bergantung pada pemerintah. Peserta didik belajar tentang konsep persatuan dan kesatuan tetapi di luar dia menyaksikan gerakan separatis atau bahkan ingin mendirikan negara baru menurut kemauan kelompok tertentu.
Peserta didik belajar penyelenggaraan organisasi/pemerintahan menurut asas demokrasi pancasila. Tetapi di luar dia menyaksikan oraganisasi/pemerintahan yang bersaskan kepentingan golongan atau kepentingan partai politik tertentu. Kalau berdasarkan demokrasi Pancasila maka seharusnya tidak ada muatan kepentingan penguasa yang menjalankan roda pemerintahan menurut kemauan partai penguasa. Berdasarkan demokrasi pancasila semestinya tidak ada perkelahian fisik di gedung legislatif akibat dari konflik kepentingan partial. Anak belajar konsep kesejahtaraan. Tetapi dia menyaksikan semangat ketidakadilan karena hanya mengutamakan kepentingan penguasa. Buktinya, berbagai kasus di republik ini tidak bisa diselesaikan karena memang kasus-kasus itu melibatkan para penguasa. Lalu setelah kekuasaanya berakhir baru masalah itu dibahas kembali.
Maka ketika membaca pemberitaan di Kompas itu, saya lalu membuat judul tulisan di atas sebagai sebuah refleksi. Saya menemukan bahwa pancasila diangkat Soekarno dengan tujuan luhur agar bangsa ini menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan nilai-nilai luhur yang diambil dari hakekat keanekaragaman bangsa Indonesia. Soekarno mnemukan konsep itu kemudian memperkenalkan lalu melalui teladannya, ia menunjukkan diri sebagai orang dewasa yang baik. Salah satu teladannya ialah usahanya yang gigih untuk memerdekakan Indonesia dari berbagai bentuk penjajahan. Maka sesungguhnya, pendidikan Pancasila itu penting tetapi jangan hanya menjadi konsep dalam ruang kelas yang dibuat oleh pemerintah kemudian dikirim untuk diajarkan lalu orang dewasa (orangtua, guru, pemerintah dan masyarakat umum) tetap saja melakukan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila. Anak akan bingung!!!!!! **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar